Oleh: dr. Akbar Kapissa Baharsyah  ( Residen Bedah Fakultas Kedokteran UNHAS/ Ex Direktur Lembaga Kesehatan HMI Cabang Makassar Timur)

 

Sembilan puluh tujuh tahun lalu, para pemuda bangsa bersumpah satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Namun di balik kalimat yang sederhana itu tersimpan tekad besar membangun manusia Indonesia yang sehat, cerdas, dan bermartabat. Kini, di Maluku Utara yang sedang melaju kencang secara ekonomi, sumpah itu menuntut makna baru: apakah kita masih membangun manusia, atau hanya mengejar angka pertumbuhan?

 

Pertumbuhan Ekonomi: Kilau yang Menyilaukan Badan Pusat Statistik mencatat, ekonomi Maluku Utara tumbuh 34,58% pada triwulan I 2025 dan 32,09% pada triwulan II, menjadikannya provinsi dengan pertumbuhan tertinggi di Indonesia. Pertumbuhan ini didorong oleh industri pengolahan yang menyumbang sekitar 40% PDRB, diikuti sektor pertambangan dan energi.

 

Namun di balik angka fantastis itu, kesenjangan manusia tetap menganga. Pertumbuhan ini belum otomatis menjamin masyarakat hidup sehat, berpendidikan, dan sejahtera. Bahkan, di banyak kabupaten, kemajuan ekonomi justru diiringi beban sosial dan kesehatan baru.

 

Potret Kesehatan: Antara Data dan Derita Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara tahun 2024 mencatat angka kematian ibu (AKI) 183 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 11 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dilihat lebih dekat per kabupaten, kesenjangannya mencolok: Pulau Taliabu mencatat AKI 899, Kepulauan Sula 363, Halmahera Selatan 283, Halmahera Tengah 264.Sementara Ternate relatif lebih baik, dengan AKI 54.

Angka ini menunjukkan bahwa keselamatan ibu dan bayi masih bergantung pada di mana mereka lahir.

 

 

Stunting: Luka Sunyi di Tengah Tambang

Secara provinsi, prevalensi stunting 2024 berada di 7,7%, turun dari 23,7% pada 2023. Namun bila diperinci, ceritanya tidak sesederhana itu: Halmahera Timur masih 14,7%, Halmahera Utara 14,2%, Pulau Taliabu 12,7%, Halmahera Barat 12,8%. Hanya Halmahera Tengah (3,2%), Ternate (3,9%), dan Morotai (3,5%) yang berhasil menekan stunting hingga di bawah 5%.

Ironinya, daerah dengan industri besar justru menghadapi tantangan kesehatan lingkungan. Di Desa Lelilef Sawai, Weda Bay, kasus ISPA melonjak dari 434 kasus pada 2020 menjadi 10.579 kasus pada 2023. Penelitian juga menemukan hampir 47% warga memiliki kadar merkuri darah di atas batas aman, dan 32% memiliki kadar arsenik berlebih, akibat paparan dari aktivitas industri nikel dan pembangkit energi.

Apakah ini harga kemajuan?

 

Akses Layanan: Masih Jauh dari Merata

Dari 150 puskesmas di seluruh provinsi, masih ada 12 tanpa dokter umum dan 87 tanpa dokter gigi. Empat kabupaten—Halmahera Selatan, Halmahera Timur, Halmahera Utara, dan Pulau Taliabu—belum berhasil eliminasi malaria. Ini bukan sekadar statistik, melainkan potret ketimpangan pelayanan di wilayah kepulauan dan industri.

Sebaliknya, di tengah semua keterbatasan itu, ada semangat lokal yang patut diapresiasi.

 

Di Halmahera Tengah, angka stunting berhasil ditekan di bawah 4 persen berkat program gizi lintas sektor. Di Morotai, inisiatif puskesmas digital dan posbindu PTM aktif di hampir 97 persen desa menjadi contoh baik pemerataan layanan.

 

Ekonomi Naik, Manusia Tertinggal

Pertumbuhan ekonomi yang mencapai lebih dari 30% seharusnya menjadi berkah, bukan sekadar angka statistik. Tetapi kenyataannya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara masih sekitar 70,5 poin, jauh di bawah rata-rata nasional 74,4 poin. Artinya, manusia belum ikut naik bersama grafik ekonomi.

 

Masih banyak ibu yang melahirkan tanpa pendamping medis di desa pesisir, anak-anak yang kekurangan gizi di daerah industri, dan tenaga kesehatan yang bekerja sendirian melayani ribuan penduduk. Di satu sisi kita berbicara tentang “hilirisasi nikel”, tapi di sisi lain masih ada warga yang harus menyeberangi laut untuk mendapatkan antibiotik.

 

Solusi: Menggeser Fokus ke Pembangunan Manusia

Pemerintah Provinsi Maluku Utara memiliki peluang besar untuk menutup jurang ini. Ada lima langkah strategis yang bisa dilakukan segera:

Membentuk Pusat Kajian Kesehatan Industri dan Lingkungan tidak hanya di Weda (Halmahera Tengah), tetapi juga di Halmahera Timur (Maba) dan Obi (Halmahera Selatan). Ketiga kawasan ini adalah jantung industri nikel yang memerlukan sistem pemantauan lingkungan, polusi udara, dan penyakit akibat kerja secara berkelanjutan.

 

Mengembangkan RSUD Weda menjadi Trauma & Emergency Center tingkat provinsi. Weda memiliki posisi strategis di tengah Pulau Halmahera berada di antara wilayah industri Halsel dan Haltim, sehingga ideal menjadi simpul rujukan cepat untuk kasus trauma industri, kecelakaan kerja, dan gawat darurat dari dua arah sekaligus. Dengan jaringan jalan trans-Halmahera dan pelabuhan yang terus berkembang, Weda berpotensi menjadi pusat tanggap darurat terpadu bagi kawasan industri pesisir timur dan selatan.

Mengintegrasikan program gizi, pendidikan, dan CSR industri.

 

Keberlanjutan kesehatan masyarakat tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah. Industri harus menjadi bagian dari solusi. CSR perusahaan tambang dan smelter perlu diarahkan secara strategis untuk mendukung perbaikan gizi, akses air bersih, edukasi kesehatan kerja, serta pelatihan tenaga kesehatan lokal.

 

Dengan kolaborasi lintas sektor ini, pertumbuhan ekonomi dapat benar-benar bertransformasi menjadi pertumbuhan manusia bukan hanya pertumbuhan angka di laporan statistik.

 

Menyekolahkan putra-putri daerah ke bidang strategis kesehatan, pendidikan, teknologi, dan manajemen publik melalui beasiswa provinsi dan kerja sama dengan perguruan tinggi nasional maupun internasional.   Sebab tidak ada pembangunan berkelanjutan tanpa manusia lokal yang unggul. Investasi pada anak muda Halmahera hari ini adalah jaminan keberlanjutan pembangunan besok.

 

Meneguhkan Kembali Sumpah Pemuda

Refleksi 97 tahun Sumpah Pemuda adalah ajakan untuk kembali ke esensi pembangunan: manusia. Karena investasi terbaik bukan pada pabrik dan smelter, melainkan pada tubuh dan jiwa masyarakat.

 

Sumpah Pemuda bukan sekadar mengingatkan bahwa kita satu bangsa, tetapi bahwa kita memiliki satu tanggung jawab moral: tidak membiarkan siapa pun tertinggal di tengah kemajuan.